Sumber :
http://sumedangonline.com/sejarah-sumedang-2/1218/#.VE0UupgxXIU
I. ASAL KATA “SUMEDANG”
Kata Sumedang berasal dari “inSUn MEdal
insun maDANGan”, Insun artinya saya Medal artinya lahir Madangan
artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk
memberi penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu
Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi
terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama
tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang
berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia
Chinensis sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak
tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut
seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.
II. ASAL MULA SUMEDANG
Asal mula Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung
yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih ( 678 – 721 M ) putra
Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun
pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang
Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung
Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 – 778 M ) putra dari Guru
Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang.
Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang =
luas dan Larang = jarang bandingannya).
Masa kejayaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu
Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran Santri /
Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ayah dari Prabu Geusan Ulun
pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di
Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga
Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara
Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara
Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon
untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa
itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan
sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai
nalendra penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9.
Ketika dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun
menggantikan ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11
Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan
Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan
Kesultanan Surasowan Banten
Yang akhirnya Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah
Padjajaran dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa
Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah
Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra
Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk
wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan
Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu
hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten
dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan
yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang
satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah
sebanyak + 9000 umpi. Pemberian pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April
1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadinya Kabupaten Sumedang.
Peristiwa penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti
atau Nalendra merupakan kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri
dengan kerajaan Banten dan Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam
peristiwa itu ialah pernyataan bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus
yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka
Pajajaran dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa
dari Pakuan dengan sendirinya dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan
Sumedang, sama halnya dengan pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan
Mataram.
III. DARI MASA KERAJAAN KE MASA KABUPATEN
Pada tahun 1601 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan
oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa, pada masa Aria Soeriadiwangsa
kekuasaan Sumedang Larang di daerah sudah menurun dan Mataram melakukan
perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu
itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya
Pangeran Aria Soeriadiwangsa pergi ke Mataram untuk menyatakan Sumedang menjadi
bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas kerajaan Sumedang Larang
diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan”
yang berarti daerah yang berasal dari pemberian yang timbul dari hati yang
ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa diangkat menjadi Bupati Sumedang
pertama dan diberi gelar Rangga Gempol I (1601 – 1625 M).
Sumedang menjadi bagian dari wilayah Mataram karena Pangeran Aria
Soeriadiwangsa I mengganggap ; 1. Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran,
2. menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas
wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang
dan 3. menghindari pula serangan dari Cirebon dan VOC. Sultan Agung kemudian
membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai
seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana.
Pangeran Rangga Gempol I adalah Bupati Sumedang yang merangkap sebagai Bupati
Wadana Priangan pertama (1601 – 1625 M).
Yang akhirnya wilayah Sumedang Larang pada masa Prabu
Geusan Ulun menjadi wilayah Sumedang sekarang. Berakhirlah sudah kerajaan Sunda
terakhir Sumedang Larang di Jawa Barat Sumedang memasuki era baru yaitu
Kabupaten pada tahun 1620 sampai sekarang. Sejak menjadi Kabupaten, Bupati yang
memimpin Sumedang sampai tahun 1949 merupakan keturunan langsung dari Prabu
Geusan Ulun (lihat masa pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang
menjadi Bupati Sumedang adalah Bupati penyelang / sementara dari Parakan
Muncang. Menggantikan putra Bupati Surianagara II yang belum menginjak dewasa
Rd. Djamu atau terkenal sebagai Pangeran Kornel.
IV. LETAK IBUKOTA KERAJAAN DAN KABUPATEN ( 678 – 1706 M )
BEKAS IBUKOTA KERAJAAN
|
No.
|
NAMA
TEMPAT
|
TAHUN
|
MASA
PEMERINTAHAN
|
KETERANGAN
|
|
1.
|
Tembong
Agung – Leuwi Hideung Darmaraja
|
678 – 893
|
- Prabu
Guru Aji Putih
- Prabu
Tajimalela.
- Prabu
Lembu Agung
|
- Raja
Tembong Agung
- Raja Sumedang Larang 1
- Raja
Sumedang Larang 2
|
|
2.
|
Ciguling –
Pasanggrahan Sumedang Selatan
|
893 – 1530
|
- Prabu
Gajah Agung
- Prabu
Pagulingan.
- Sunan
Guling.
- Prabu
Tirtakusumah.
- Nyi Mas
Patuakan
|
- Raja
Sumedang Larang 3
- Raja
Sumedang Larang 4
- Raja
Sumedang Larang 5
- Raja
Sumedang Larang 6
- Raja
Sumedang Larang 7
|
|
3.
|
Kutamaya –
Padasuka
|
1530 –
1578
|
Ratu Pucuk
Umum / Pangeran Santri
|
- Raja
Sumedang Larang 8
|
|
4.
|
Dayeuh
Luhur – Ganeas
|
1578 –
1601
|
Prabu
Geusan Ulun
|
- Raja
Sumedang Larang 9
|
BEKAS IBUKOTA KABUPATIAN
|
No.
|
NAMA
TEMPAT
|
TAHUN
|
MASA
PEMERINTAHAN
|
|
1.
|
Tegal
Kalong – Sumedang Utara
|
1601 –
1625
|
Rangga
Gempol I.
|
|
2.
|
Canukur
Sukatali – Situraja
|
1601 –
1625
|
Rangga
Gede
|
|
3.
|
Parumasan
|
1625 –
1633
|
Rangga
Gede.
|
|
4.
|
Tenjo Laut
Cidudut – Conggeang
|
1633 –
1656
|
Rangga
Gempol II
|
|
5.
|
Sulambitan
– Sumedang Selatan
|
1656 –
1706
|
Pangeran
Panembahan
|
|
6.
|
Regol
Wetan – Sumedang Selatan
|
1706 –
sekarang
|
Dalem
Adipati Tanumadja
|
V. MASA PEMERINTAHAN RAJA DAN BUPATI SUMEDANG
A. MASA KERAJAAN.
1. Prabu Guru Aji Putih (Raja Tembong Agung) 678 – 721
2. Batara Tuntang Buana / Prabu Tajimalela. 721 – 778
3. Jayabrata / Prabu Lembu Agung 778 – 893
4. Atmabrata / Prabu Gajah Agung. 893 – 998
5. Jagabaya / Prabu Pagulingan. 998 – 1114
6. Mertalaya / Sunan Guling. 1114 – 1237
7. Tirtakusuma / Sunan Tuakan. 1237 – 1462
8. Sintawati / Nyi Mas Ratu Patuakan. 1462 – 1530
9. Satyasih / Ratu Inten Dewata Pucuk Umum 1530 – 1578
(kemudian digantikan oleh suaminya Pangeran Kusumadinata I / Pangeran Santri)
1. Pangeran Kusumahdinata II / Prabu Geusan Ulun 1578 – 1601
B. MASA BUPATI PENGARUH MATARAM.
11. Pangeran Suriadiwangsa / Rangga Gempol I 1601 – 1625
12. Pangeran Rangga Gede / Kusumahdinata IV 1625 – 1633
13. Raden Bagus Weruh / Pangeran Rangga Gempol II. 1633 – 1656
14. Pangeran Panembahan / Rangga Gempol III 1656 – 1706
B. MASA PENGARUH KOMPENI VOC.
15. Dalem Adipati Tanumadja. 1706 – 1709
16. Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV 1709 – 1744
17. Dalem Istri Rajaningrat 1744 – 1759
18. Dalem Adipati Kusumadinata VIII / Dalem Anom. 1759 – 1761 19. Dalem Adipati Surianagara II 1761 – 1765 20. Dalem Adipati Surialaga. 1765 – 1773
C. MASA BUPATI PENYELANG / SEMENTARA
19. Dalem Adipati Tanubaya 1773 – 1775
20. Dalem Adipati Patrakusumah 1775 – 1789
21. Dalem Aria Sacapati. 1789 – 1791
D. MASA PEMERINTAHAN BELANDA.
Merupakan Bupati Keturunan Langsung leluhur Sumedang.
22. Pangeran Kusumadinata IX / Pangeran Kornel. 1791 – 1828
23. Dalem Adipati Kusumayuda / Dalem Ageung. 1828 – 1833
24. Dalem Adipati Kusumadinata X / Dalem Alit. 1833 – 1834
25. Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 – 1836
26. Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Sugih. 1836 – 1882
27. Pangeran Aria Suriaatmadja / Pangeran Mekkah. 1882 – 1919
28. Dalem Adipati Aria Kusumadilaga / Dalem Bintang. 1919 – 1937
29. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1937 – 1946
E. MASA REPUBLIK INDONESIA
30. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1945 – 1946
31. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1946 – 1947
32. R. Tumenggung Mohammad Singer. 1947 – 1949
33. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1949 – 1950
(Bupati terakhir keturunan langsung leluhur Sumedang)
SEJARAH MUSEUM PRABU GEUSAN ULUN
Awal berdirinya
Museum Prabu Geusan Ulun, diawali berdirinya “Yayasan Pangeran Aria Soeria
Atmadja (YAPASA)”, yayasan yang mengurus, memelihara dan mengelola barang –
barang wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang 1882 – 1919. Untuk
melestarikan benda – benda wakaf tersebut YAPASA merencanakan untuk mendirikan
Museum. Pada tahun 1973 YAPASA berubah nama menjadi Yayasan Pangeran Sumedang
(YPS) dan didirikan sebuah Museum yang bernama Museum Yayasan Pangeran Sumedang
yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan
seketurunan Leluhur Pangeran Sumedang.
Pada tanggal
7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri
oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh
YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk mengganti nama Museum YPS. Dan
salah satu hasil dari Seminar Sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan
ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang
karismatik yaitu Raja pertama dan terakhir Kerajaan Sumedanglarang yang bernama
“Prabu Geusan Ulun”. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama
menjadi Museum “Prabu Geusan Ulun” –YPS.
Gedung
pertama yang dipakai sebagai Museum adalah Gedung Gendeng
Pada tanggal
7 – 13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri
oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu Sesepuh
YPS dan Sesepuh Wargi Sumedang mengusulkan untuk memberi nama Museum YPS yang
disampaikan pada forum Seminar Sejarah Jawa Barat. Dan salah satu hasil dari
Seminar Sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk
memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu
Raja pertama dan terakhir Kerajaan Sumedanglarang yang bernama “Prabu Geusan
Ulun”. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum
“Prabu Geusan Ulun”
09.41 |
Category: |
0
komentar

Comments (0)